Iklan Tengah Artikel 1

Pendidikan Pancasila

SOSIAL

1. Landasan Historis
• Nilai-nilai Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri
• Dirumuskan dalam sidang-sidang BPU PKI
o Ditetapkan sebagai Dasar Negara dalam sidang Pleno PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
• - Masa raja-raja (kerajaan di Indonesia)
- Masa imprealisme
• Proses yang panjang sehingga ditemukan jati diri yang didalamnya tersimpul watak, sifat dan ciri khas bangsa yang berbeda dengan bangsa lain yang oleh para pendiri negara di sebut lima prinsip yang diberi nama pancasila
• Lahir, tumbuh dan berkembang dari adat istiadat, tradisi dan budaya sendiri

2. Landasan Kulturil
Pancasila adalah nilai-nilai sosial budaya bangsa Indonesia. Sebagai nilai sosial budaya, pancasila berwujud sebagai :

• Kepribadian bangsa Indonesia
Nilai – nilai pancasila merupakan ciri khas yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri yang digali dari kebudayaan, adat-istiadat, tradisi, dan keagamaan bangsa Indonesia.
• Jiwa bangsa Indonesia
Bahwa pancasila mengandung semangat kebansaan dan patriotic yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia yang bhineka dalam kerangaka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
• Moralitas bangsa Indonesia
Bahwa tata nilai Pancasila menjadi patokan dan penuntun sikap dan prilaku manusia Indonesia dalam seluruh gerak dan hubungannya ke segala arah.
- Ciri khas setiap bangsa berbeda-beda sesuai dengan sejarah berdirinya sehingga melahirkan segera kebudayaan yang berbeda-beda
- Negara komunistik, liberalistik, persemakmuran, federal, serikat.
- Bangsa Indonesia memiliki asas kulturil yang berbeda. Nilai kemasyarakatan dan kenegaraan yang terkandung dalam sila-sila pancasila merupakan karya besar dari tokoh-tokoh kenegaraan Indonesia : Mr. M.
Yamin, Prof. Soepomo, Bung Karno

3. Landasan Yuridis
• Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
• Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. UU No. 2 tahun 1989 �� UU No. 2 tahun 2003
“Jenjang pendidikan tinggi memuat mata kuliah pengembangan kepribadian”
• Keputusan Materi Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.
• Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa.
• Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 38/DIKTI/2002 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

4. Landasan Filosofis
Pancasila adalah sistem filsafat bangsa Indonesia
Sebagai sistem filsafat diwujudkan sebagai falsafah bangsa atau pandangan hidup bangsa Indonesia dalam konteks bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sebelum terbentuknya negara ada hal yang harus dipenuhi :
4. Ada persatuan yang terwujud sebagai rakyat
5. Adanya pemerintah
6. Adanya wilayah

Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein” yang berarti cinta dan
“Sophia” yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berarti lxiv cinta akan kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran / pengatahuan. Cinta dalam hal ini mempunyai arti yang seluas-luasnya, yang dapat dikemukakan sebagai keinginan yang menggebu dan sungguh-sungguh terhadap sesuatu, sedangkan kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kebenaran yang sejati. Dengan demikian,
filsafat secara sederhana dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati. Filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan menurut J. Gredt dalam bukunya “elementa philosophiae”, filsafat sebagai “ilmu pengetahuan yang timbul dari prinsip-prinsip mencari sebab musababnya yang terdalam”.

a. Filsafat Pancasila
menurut Ruslan Abdul Gani, bahwa pancasila merupakan filsafat Negara yang lahir collective ideologie (cita-cita bersama). Dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat, karena pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu “system” yang tepat. Adapun menurut Notonagoro, filsafat pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat pancasila.

b. Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila
Sebagai filsafat, pancasila memiliki karasteristik system filsafat tersendiri yang berbeda dengan filsafat lainnya, di antaranya:
1. sila-sila pancasila merupakan satu kesatuan sistim yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka itu bukan pancasila.
2. susunan pancasila dengan suatu sistim yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut :
• Sila 1, meliputi, mendasari, dan menjiwa: sila 2, 3, 4, dan 5.
• Sila 2, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, serta mendasari dan mcnjiwai sila 3,4, dan 5.
• Sila 3, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, serta mendasari dan menjiwa; sila 4 dan 5. -
• Sila 4, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, dan 3, serta mendasari dan menjiwai sila 5.
• Sila 5, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, 3, dan 4.
• Pancasila sebagai suatu substansi, artinya unsur asli/permanen/primer Pancasila sebagai suatu yang ada mandiri, yang unsur-unsurnya berasal dari dirinya sendiri.
• Pancasila sebagai suatu realitas, artinya ada dalam diri manusia Indonesia dan masyarakatnya, sebagai suatu kenyataan hidup bangsa, yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari.

c. Prinsip-Prinsip Filsafat Pancasila
Pancasila ditinjau dari Kausalitas Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Kausa Materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan materi/bahan, dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri; .
2) Kausa Formalis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan bentuknya,Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD '45 memenuhi syarat formal (kebenaran formal);
3) Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka; serta
4) Kausa Finalis. maksudnya berhubungan dengan tujuannya, yaitu tujuan diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi:
1) Tuhan, yaitu sebagai kausa prima;
2) Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial;
3) Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri;
4) Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan hergotong royong; serta
5) Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.

d. Hakikat Nilai-Nilai Pancasila
merupakan hal yang penting dalam hidupnya. Nilai dapat berada di dua kawasan : kognitif dan afektif. Nilai adalah ide, bisa dikatakan konsep dan bisa dikatakan abstraksi (Sidney Simon: 1986). Nilai merupakan ha! yang terkandung dalam hati nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan kata hati (potensi).Langkah-langkah awal dari "nilai" adalah seperti halnya ide manusia yang merupakan potensi pokok human being. Nilai tidaklah tampak dalam dunia pengalaman. Dia nyata dalam jiwa manusia. Dalam ungkapan lain, ditegaskan oleh Sidney B. Simon (1986) bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan nilai adalah jawaban yang jujur tapi benar dari pertanyaan "what you are really, really, really, want. "
Studi tentang nilai termasuk dalam ruang lingkup estetika dan etika. Estetika cenderung pada studi dan justifikasi yang menyangkut tentang manusia memikirkan keindahan, atau apa yang mereka senangi. Misalnya, mempersoalkan atau menceritakan si rambut panjang, pria pemakai anting-anting, nyanyian-nyanyian bising, dan bentuk-bentuk scni lain. Adapun etika cenderung pada studi dan justifikasi tentang aturan atau bagaimana manusia berperilaku. Ungkapan etika sering timbul dari pertanyaan-pertanyaan yang mempertentangkan antara benar dan salah, baik dan buruk. Pada dasarnya studi tentang etika merupakan
pelajaran tentang moral yang secara langsung merupakan pemahaman tentang apa itu benar dan salah. Bangsa Indonesia sejak awal mendirikan negara, berkonsensus untuk memegang dan menganut Pancasila sebagai sumber inspirasi. nilai, dan moral bangsa. Konsensus bahwa Pancasila sebagai anutan untuk pengembangan nilai dan -moral bangsa ini secara ilmiah filosofis merupakan pemufakatan yang normatif.
Secara epistemologis bangsa Indonesia punya keyakinan bahwa nilai dan moral yang terpancar dari asas Pancasila ini sebagai suatu hasil sublimasi, serta kristalisasi dari sistem nilai budaya bangsa dan agama yang seluruhnya bergerak vertikal, juga horizontal serta dinamis dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya, untuk menyinkronkan dasar filosofis-ideologis menjadi wujud jati diri bangsa yang nyata dan konsekuen secara aksiologis, bangsa dan negara Indonesia berkehendak untuk mengerti, menghayati, membudayakan, dan melaksanakan Pancasila. Upaya ini dikembangkan melalui jalur keluarga, masyarakat, dan sekolah.
Refleksi filsafat yang dikembangkan oleh Notonagoro untuk menggali nilai-nilai abstrak. hakikat nilai-nilai Pancasila, ternyata kemudian dijadikan pangkal tolak pelaksanaannya yang berwujud konsep pengamalan yang bersifat subjektif dan objektif. Pengamalan secara cbjektif adalah pengamalan di bidang kehidupan kenegaraan atau kemasyarakatan, yang penjelasannya berupa suatu pcrangkat ketentuan hukum yang secara hierarkis berupa pasal-pasal UUD, Ketetapan MPR, Undang-undang Organik, dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Pengamalan secara subjektif adalah pengamalan yang dilakukan oleh manusia individual, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat ataupun sebagai pemegang kekuasaan, yang penjelmaannya berupa tingkah laku dan sikap dalam hidup sehari-hari.
Nilai-nilai yang bersumber dari hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat, dan adil dijabarkan menjadi konsep Etika Pancasila, bahwa hakikat manusia Indonesia adalah untuk memiliki sifat dan keadaan yang berperi Ketuhanan Yang Maha Esa, berperi Kemanusiaan, berperi Kebangsaan, berperi Kerakyatan, dan berperi Keadilan Sosial. Konsep Filsafat Pancasila dijabarkan menjadi sistem Etika Pancasila yang bercorak normatif. Ciri atau karakteristik berpikir filsafat adalah:
1) sistematis, 2) mendalam, 3) mendasar, 4) analitis, 5) komprehensif, 6)  spekulatif. 7) representatif, dan 8) evaluatif.
Cabang-cabang filsafat meliputi:
1) Epistemologi (Filsafat Pengetahuan),
2) Etika (Filsafat Moral),
3) Estetikaf Filsafat Seni),
4) Metafisika (membicarakan tentang segala sesuatu di balik yang ada),
5) Politik (Filsafat Pemerintahan),
6) Filsafat Agama,
7) Filsafat Ilmu,
8) Filsafat Pendidikan,
9) Filsafat hukum,
10) Filsafat Sejarah,
11) Filsafat Matematika, dan
12) Kosmologi (membicarakan tentang segala sesuatu yang ada yang teratur).
Aliran Filsafat meliputi:
1). Rasionalisme 7) Marxisme
2) Idealisme 8) Realisme
3) Positivisme 9) Materialisme
4) Eksistensialisme 10) Utilitarianisme
5) Hedonisme 11) Spiritualisme
6) Stoisme 12) Liberalisme

e. Pancasila sebagai system filsafat bangsa Indonesia
Pancasila sebagai sesuatu yang ada, maka dapat dikaji secara filsafat dan untuk mengetahui
bahwa Pancasila sebagai system filsafat, maka perlu dijabarkan tentang syarat-syarat filsafat terhadap Pancasila tersebut, jika syarat-syarat system filsafat cocok pada Pancasila, maka Pancasila merupakan system filsafat,tetapi jika tidak maka bukan system filsafat. Sebaimana suatu logam dikatakan emas bila syarat-syarat emas terdapat pada logam tersebut. Penjabaran filsafat terhadap Pamcasila :
1)      Objek filsafat : yang pertama objek material adalah segala yang ada dan mungkin ada. Objek yang demikian ini dapat digolongkan ke dalam tiga hal, yaitu ada Tuhan, ada manusia, dan ada alam semesta.
Pancasila adalah suatu yang ada, sebagai dasar negara rumusannya jelas
yaitu :
1. Ke-Tuhanan Y.M.E.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari rumusan ini maka objek yang didapat adalah : Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil. Dan dari kelima objek itu dapat dipersempit lagi ke dalam tiga saja, yaitu Tuhan, manusia dan alam semesta untuk
mewakili objek satu, rakyat, dan adil, sebab hal-hal yang bersatu, rakyat dan keadilan itu berada pada alam semesta itu sendiri. Dengan demikian dari segi objek material Pancasila dapt diterima. Kedua, objek formal filsafat adalah hakikat dari segala sesuatu yang ada itu sendiri. Apakah Pancasila juga kajian hakikat? Kalau menilik dari kelima objek kelima sila Pancasila itu, semuanya tersusun atas kata dasar dengan tambahan awalan ke/per dan akhiran an. Menurut ilmu bahasa, jika suatu kata dasar diberi awalan ke atau per dan akhiran an, maka akan menjadi abstrak (bersifat abstrak) benda kata dasar tersebut, lebih dari itu menunjukkan sifat hakikat dari bendanya. Misalnya kemanusiaan, maknanya adalah hakikat abstrak dari manusia itu sendiri, yang mutlak, tetap dan tidak berubah. Demikian juga dalam sila-sila Pancasila yang lainnya, yaitu Ke-Tuhanan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Khusus untuk persatuan, awalan per menunjukkan suatu proses menuju ke awalan ke yang nantinya diharapkan menjadi kesatuan juga. Dengan analisis penjabaran ini, maka Pancasila memenuhi syarat juga dalam hal objek formalnya.
2) Metode filsafat : metode filsafat adalah kontemplasi atau perenungan atau berfikir untuk menemukan hakikat. Jadi di sini bukan berfikirnya, tetapi cara menemukan hakikat, atau metode menemukan hakikat. Secara umum ada dua dan tiga dengan metode campuran, yaitu metode analisa, metode sintesa serta metode analisa dan sintesa (analiticosyntetik). Demikian juga Pancasila, ia temuikan dengan cara-cara tertentu dengan metode analisa dan sintesa, nilai-nilainya digali dari buminya Indonesia.
3) Sistem filsafat : setiap ilmu maupun filsafat dalam dirinya merupakan suatu system, artinya merupakan suatu kebulatan dan keutuhan tersendiri, terpisah dengan system lainnya. Misalnya psykhologi merupakan kebulatan tersendiri terpisah dan berbeda dengan anthropologi, demikian seterusnya ilmu-ilmu dan filsafat yang lain. Pancasila sebagai suatu Dasar Negara adalah merupakan suatu kebulatan. Memang terdiri dari lima, tetapi sila-sila tersebut saling ada
hubungannya satu dengan lainnya secara keseluruhan, tidak ada satupun sila yang terpisah dengan yang lainnya. Oleh karena itu dapat diistilahkan “Eka Pancasila”, lima sila dalam satu kesatuan yang utuh. Setiap sila mengandung, dibatasi dan disifati oleh keempat sila lainnya. Sila-sila yang di depan mendasari dan menjiwai sila-sila yang di belakang, sedang sila-sila yang di belakang merupakan pengkhususan atau bentuk realisasi dari sila-sila yang di depan, dan dari segi
keluasannya sila-sila yang di belakang lebih sempit dari sila-sila yang di muka. Dilihat dari pemahaman ini, maka sila pertama ke-Tuhanan Y.M.E., adalah dasar yang paling umum bagi semua sila yang di belakang, mendasari, dan menjiwai semua sila, sedang semua sila yang kelima merupakan sila yang terkhusus dan merupakan tujuan dari semua sila yang di depan, oleh karena itu rumusannya (redaksinya) berbunyi “… untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
4) Sifat universal filsafat :
Berlaku umum adalah sifat dari pengetahuan ilmiah, dan universal adalah sifat dari kajian filsafat. Pengertian umum itu bertingkat, dari umum penjumlah yang kecil (kolektif) dari sekumpulan jumlah tertentu sampai jumlah yang lebih besar dan luas lagi hingga kepada umum seumum-umumnya (universal). Bagaimana jika diterapkan pada Pancasila? Misalnya kajian tentang hakikat manusia, sebagaimana terdapat dalam sila ke dua Pancasila. Hakikat manusia adlah unsur-unsur dasar yang mutlak pada manusia adalah sama bagi seluruh jenis makhluk yang namanya manusia, yang berada di manapun dan waktu kapanpun, jadi pengertian ini (universal) tidak terbatas pada ruang dan waktu, di mana dan kapanpun manusia itu berada. Sila keadilan demikian juga, bahwa yang namanya “adil” itu sama hakikatnya maknanya di manapun dan kapanpun, demikian juga berlaku pada sila-sila yang lainnya.
Dengan uraian yang merupakan penjabaran dari syarat-syarat filsafat yang ternyata cocok diterapkan kepada Pancasila, ini menunjukkan dan mengukuhkan bahwa Pancasila benar-benar suatu system filsafat. Yaitu Sistem Filsafat Bangsa Indonesia, nama Indonesia ini ditambahkan karena objek materialnya seperti telah diutarakan di muka adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Yaitu digali dari buminya Indonesia, dari nenek moyang kita sejak lama, dari khasanah kehidupannya, dari kebiasaannya, adaptistiadatnya, kebudayaannya, serta kepercayaan dan agama-agamanya.

B. Kajian Ontologis
Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Menurut Notonagoro hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia. Mengapa?, karena manusia merupakan subjek hukum pokok dari sila-sila Pancasila. Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusian yang adil dan beradab, berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada hakikatnya adalah manusia
Dengan demikian. secara ontologis hakikat dasar keberadaan dari silasila Pancasila adalah manusia. Untuk hal ini. Notonagoro lebih lanjut mcngemukakan bahwa manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, serta jasmani dan rohani. Selain itu, sebagai makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, secara hierarkis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila .
Selanjutnya, Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan, serta mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, yaitu berupa sifat kodrat monodualis, sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial. Di samping itu, kedudukannya sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri, sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Konsekuensmya, segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai-nilai Pancasila yang merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat
manusia yang monodualis tersebut. Kemudian, seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan negara harus dijabarkan dan bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila. seperti bentuk negara, sifat negara, tujuan negara, tugas/kewajiban negara dan warga negara, sistem hukum negara, moral negara, serta segala aspek penyelenggaraan negara lainnya.

C. Kajian Epistemologi
Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Oleh karena itu, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
a. tentang sumber pengetahuan manusia;
b. tentang teori kebenaran pengetahuan manusia; serta
c. tentang watak pengetahuan manusia.
Epistemologi Pancasila sebagai suatu objek kajian pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Adapun tentang sumber pengetahuan Pancasila. sebagaimana telah dipahami bersama, adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia itu sendiri. Merujuk pada pemikiran filsafat Aristoteles, bahwa nilainilai tersebut sebagai kausa material is Pancasila. Selanjutnya, susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari dari sila-sila Pancasila ifu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal, yaitu:
a. Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya;
b. Sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila ketiga, keempat. dan kelima;
c. Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima;
d. Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelima; serta
e. Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Demikianlah. susunan Pancasila memiliki sistem logis, baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut kualitas ataupun kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa member! landasan kebcnaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Kedudukan dan kodrat manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kcbenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebcnaran yang tertinggi: Selanjutnya, kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesis yang harmonis di antara potensi-potensi kejiwaan manusia, yaitu akal, rasa, dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi. Selain itu, dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.Sebagai suatu paham epistemologi, Pancasila memandang bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebabnya Pancasila secara epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam membangun perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.

D. Kajian Aksiologi
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada ivakikatnya membahas tentang
nilai praksis atau manfaat suatu pengeiahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, maka nilai-nilai yang terkandung dalamnya pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Selanjutnya, aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat dipakai untuk merujuk pada ungkapan abstrak yang dapat juga diartikan sebagai "keberhargaan " (worth) atau "kebaikan " (goodnes), dan kata kerja yang artinya sesuatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian
Di dalam Dictionary of Sociology' an Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Dengan demikian, nilai itu pada hakikatnya
adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Sesuatu itu mengandung nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang melekat padanya, misalnya bunga itu
indah, pcrbuatan itu baik. Indah dan baik adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Jadi, nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Adanya nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat bcrgantung pada titik tolak dan sudut pandang setiap teori dalam menentukan pengertian nilai. Kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, sedangkan kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun, dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat dikelompokkan pada dua macam sudut pandang, yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan sabjek pemberi nilai, yaitu manusia. Hal ini bersifat subjektit. tetapi juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya nilai sesuatu itu melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme. Notonagoro memerinci tentang nilai, ada yang bersifat material dan nonmaterial. Dalam hubungan ini, manusia memiliki orientasi nilai yang berbeda bergantung pada pandangan hidup dan filsafat hidup masing-masing. Ada yang
mendasarkan pada orientasi nilai material, tetapi ada pula yang sebaliknya, yaitu berorientasi pada nilai yang nonmaterial. Nilai material relatif lebih mudah diukur menggunakan pancaindra ataupun alat pengukur. Akan tetapi, nilai yang bersifat rohaniah sulit diukur, tetapi dapat juga dilakukan dengan hati nurani manusia sebagai alat ukur yang dibantu oleh cipta, rasa, serta karsa dan keyakinan manusia (Kaelan, 2005).
Menurut Notonagoro, nilai-nilai Pancasila itu termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, seperti nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, ataupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistemik-hierarkis. Sehubungan dengan ini, sila pertama, yaitu ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari semua sila-sila Pancasila (Darmodihardjo: 1978). Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesialah yang menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak menggejala dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu telah menggejala dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia, maka bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia Indonesia.

Belum ada Komentar untuk "Pendidikan Pancasila"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel